Rabu, 16 Januari 2013

Perijinan Usaha


PROSEDUR DAN PERSYARATAN PERIJINAN USAHA

1.    SIUP (SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN)

     SIUP adalah Izin Usaha yang dikeluarkan Instansi Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan. SIUP digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha dibidang Perdagangan Barang/Jasa di Indonesia sesuai dengan KLUI “Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia”.
PROSEDUR PERMOHONAN
  • Perusahaan mengambil formulir, mengisi dan mengajukan permohonan SIUP beserta persyaratannya melalui Kantor Dinas Perindustrian & Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan untuk permohonan SIUP Menengah dan SIUP Kecil.
  • Sedangkan untuk permohonan SIUP-BESAR diajukan melalui Kanwil Perindustrian dan Perdagangan Kota/Propinsi sesuai domisili perusahaan
PERSYARATAN
•Perusahaan berbentuk PT
Dokumen yang dibutuhkan adalah:
·         Salinan akta pendirian yang dibuat oleh notaries
·         Salinan pengesahan anggaran dasar dari Departemen Kehakiman
·         Salinan pendaftaran pendirian pada kepaniteraan pengadilan setempat
·         Salinan berita negara tentang pendirian perseroan terbatas
·         Salinan risalah rapat umum pemegang saham tentang pengangkatan direksi dan dewan komisaris
·         Salinan surat keputusan ganti nama dari penanggung jawab perusahaan, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman atau Kepala Daerah Tingkat II (jika ada penggantian nama)
·         Salinan SITU
·         Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
·         Pas foto ukuran 2 cm x 3 cm sebanyak dua buah
·         Salinan surat keputusan Direksi dan persetujuan dewan komisaris mengenai pendirian cabang atau perwakilan dan nomor SIUP dari perusahaan

•Perusahaan berbentuk firma
Dokumen yang dibutuhkan adalah :
·         Salinan akta pendirian yang dibuat oleh notaries
·         Salinan surat pendaftaran pendirian pada kepaniteraan pengadilan negeri setempat
·         Salinan berita negara tentang pendirian firma
·         Salinan SITU dari pemerintah daerah tingkat II
·         Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
·         Pas foto ukuran 2 cm x 3 cm sebanyak dua buah
·         Salinan surat keputusan ganti nama dari penanggung jawab perusahaan, yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman atau kepala daerah tingkat II (jika ada penggantian nama)

•Perusahaan berbentuk CV
Dokumen yang dibutuhkan adalah :
·         Salinan akta pendirian yang dibuat oleh notaries
·         Salinan  pendaftaran pendirian pada kepaniteraan pengadilan setempat
·         Salinan  berita negara tentang pendirian CV
·         Salinan SITU dari pemerintah daerah tingkat II

•Perusahaan berbentuk perseorangan
Dokumen yang dibutuhkan adalah:
·         Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
·         Salinan  SITU dari pemerintah daerah tingkat II, sepanjang ketentuan Undang-Undang Gangguan (UUG) mewajibkan
·         Pas foto 3 cm x 3 cm  sebanyak dua buah

•Perusahaan berbentuk koperasi:
Dokumen yang dibutuhkan adalah:
·         Salinan surat pendirian koperasi dari direktorat jenderal koperasi
·         Salinan surat dari direktorat jenderal koperasi, tentang:
oNama dan jabatan pengurus
oNama manajer
oNomor badan hukum
oJenis kegiatan dan domisili


2.    SITU (SURAT IZIN TEMPAT USAHA)
SITU adalah  pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan gangguan dan atau kerugian dan atau bahaya.

Mekanisme  permohonan :
  1. Pemohon mengambil formulir (blanko) pendaftaran pengurusan ijin di meja informasi
  2. Pemohon mengisi formulir (blanko) dan melengkapi persyaratan
  3. Berkas pemohon yang disertai kelengkapan persyaratan disampaikan ke petugas Seksi Pelayanan KP2T.
  4. Petugas Seksi Pelayanan meneliti kelengkapan pengisian formulir (blanko). Bila tidak lengkap dikembalikan. Bila sudah lengkap petugas mencatat dalam buku registrasi dan memberikan bukti telah menerima formulir (blanko) pendaftaran dengan mengisi jadwal tanggal selesai (harap kembali)
  5. Petugas Seksi Pelayanan meyerahkan berkas persyaratan yang sudah lengkap ke operator SITU.
  6. Data pemohon diproses
  7. Setelah diproses operator memasukan data (input) kedalam sistim Database KP2T
  8. Seksi Operasional KP2T menjadwalkan pemeriksaan lapangan
  9. Pemeriksanan lapangan oleh tim SITU dan HO
  10. Rapat evaluasi
  11. Perhitungan biaya retribusi
  12. Pemohon membayar retribusi di lokasi kas daerah di KP2T
  13. Pengambilan sertifikat SITU (sudah ditandatangani Sekretaris Daerah Kota) di Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T)
PERSYARATAN  :

·         Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Baru :
    1. Fotocopy KTP, 1 (satu) lembar
    2. Pas Photo Hitam Putih, ukuran 3x4 sebanyak 3 (tiga) lembar
    3. Fotocopy Setifikat Tanah/Surat sewa-menyewa, 1 (satu) rangkap
    4. Fotocopy IMB, 1 (satu) lembar
    5. Akte pendirian Perusahaan 1 (satu) rangkap (bagi usaha yang berbadan hukum)
    6. Bukti lunas PBB tahun berjalan
    7. Sket lokasi (1 lembar)
·         Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Perpanjangan :
    1. Melampirkan SITU/HO yang dimiliki
    2. Fotocopy KTP, 1 (satu) lembar
    3. Pas Photo Hitam Putih, ukuran 3x4 sebanyak 3 (tiga) lembar
    4. Bukti lunas PBB tahun berjalan
    5. NPWP / NPWPD

3.    NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK)
       NPWP adalah bukti kesadaran kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena pajak adalah kewajiban kita sebagai warga Negara.

Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
  1. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
  1. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
    • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
    • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.

  1. Untuk WP Badan:
    • Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;
    • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;
    • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
  2. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.
  3. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
Pendafataran NPWP dan PKP Melalui Elektronik (Elektronic Registration)
Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
  1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id;
  2. Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration);
  3. Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta ;
  4. Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki;
  5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orag Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
  6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

4.    NRP (NOMOR REGISTRASI PRODUK)
       NRP adalah Nomor Registrasi Produk yang diterbitkan PPMB terhadap barang  produksi dalam negeri yang SNI-nya telah diberlakukan secara wajib guna ketertelusuran penerapan pengawasan mutu barang produksi dalam negeri,. NRP digunakan sebagai dasar  pengawasan barang beredar (market surveilance). 



Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh NRP :      
·         Pelaku usaha yang memproduksi barang mengajukan permohonan pendaftaran barang kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang dengan mengisi formulir dan dilengkapi dengan:
- Fotocopy Sertifikat Kesesuaian yang telah dilegalisir dengan menunjukkan yang asli;
- Informasi Daerah Pemasaran;
- Surat Kuasa bermaterai cukup apabila dikuasakan.
- Foto copy Akte Pendirian Perusahaan
·         Pada saat mendaftar, keterangan yang wajib diisi pada formulir pendaftaran antara lain :
- Nama perusahaan
- Alamat perusahaan
- Jenis produk
- Merek Dagang
- No, Tgl, Penerbit Sertifikat kesesuaian
- Informasi daerah pemasaran
·         Kepala PPMB  menerbitkan Tanda Terima atas permohonan pendaftaran barang;
·         Kepala PPMB paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar menerbitkan Surat Pendaftaran yang didalamnya terdapat NRP;
·         Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang mengeluarkan Surat Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima apabila permohonan dinilai belum lengkap dan benar. Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali sesuai persyaratan yang ditetapkan;
·         NRP atau Surat Penolakan disampaikan kepada pelaku usaha dan tembusannya disampaikan kepada:               
- Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri c.q. Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa;                  
- Gubernur c.q. Kepala Dinas Propinsi dan Bupati/Walikota c.q. Kepala  Dinas Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang perdagangan sesuai domisili pelaku usaha.
·         Pelaku usaha yang telah memiliki NRP wajib melaporkan setiap perubahan informasi terhitung 3 (tiga) bulan sejak terjadinya perubahan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang;
·         Pelaku usaha dapat mengajukan perpanjangan NRP; 
·         Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang membatalkan NRP apabila pelaku usaha: 
    - Tidak dapat mempertahankan status sertifikat kesesuaian yang dimilikinya;
    - Memperdagangkan barang yang tidak memenuhi persyaratan SNI:
    - Memberi informasi keterangan yang tidak benar;
    - Mengajukan permohonan pembatalan NRP.

5.    NRB (NOMOR REKENING BANK)
      NRB merupakan nomor rekening yang digunakan untuk kegiatan transaksi yang melibatkan pihak bank.
Nomor rekening untuk perusahaan minimal 2 nomor rekening, yaitu: bendahara, manajer, sedang untuk perorangan hanya yang bersangkutan saja

^ Dokumen permohonan NRB :
•Salinan Kartu Tanda Penduduk atau SIM Pemilik atau Penanggung jawab
•Kartu contoh tanda tangan Pimpinan Perusahaan dan Bendahara
•Tanda setoran
•Lembar Pemberitahuan Setoran
6.   AMDAL (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)
       Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek  Abiotik, Biotik dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".
Persyaratan dan dokumen – dokumen dalam pengurusan AMDAL :
·         Fotokopi KTP pengusaha perusahaan
·          Fotokopi surat izin usaha
·          Fotokopi nomor pokok wajib pajak
·         Fotokopi nomor register perusahaan



                      
     

Memory tGB-1 Skanesa













Sejarah Pers



Pers di Indonesia

             Berbicara perihal dunia pers di Indonesia, tentunya tidak bisa dipisahkan dari hadirnya bangsa Barat di tanah air kita. Memang tidak bisa dimungkiri, bahwa orang Eropa lah, khususnya bangsa Belanda, yang telah “berjasa” memelopori hadirnya dunia pers serta persuratkabaran di Indonesia.
              Di masa pemerintahan Jepang kehidupan pers lebih dipersempit, selain UU Belanda UU No 16 yang pasal-pasalnya sangat menakutkan mengenai izin terbit, pembelengguan kebebasan pers dengan memasukan tokoh-tokoh pergerakan kedalam penjara, dan membreidel penerbitannya diberlakukan. Di setiap surat kabar ditempatkan Shidooin (penasihat) yang tidak jarang menulis artikel dengan mencatat nama anggota redaksi.
Perkembangan Pers Nasional
1. Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang
·         Zaman Belanda
            Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland. Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
·         Zaman Jepang
             Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei. Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.

2. Pers pada masa Revolusi
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasukpers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Saat itu pers terbagi menjadi dua golongan yaitu:
 a.    Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan
 Pers Nica (Belanda).
 b.    Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau disebut Pers Republik.
3. Pers pada masa Demokrasi Liberal
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par- Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
4. Pers pada masa Demokrasi Terpimpin
Pergolakan politik yang terus terjadi selama era demokrasi liberal, menyebabkan Presiden Soekarno mengubah sistem politik yang berlaku di Indonesia. Pada 28 Oktober 1956, Soekarno mengajukan untuk mengubah demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Selanjutnya, pada Februari 1957, Soekarno kembali mengemukakan konsep demokrasi Terpimpin yang diinginkannya. Hampir berselang dengan terjadinya berbagai pemberontakan di banyak daerah di Indonesia yang melihat sentralitas atas hanya daerah dan penduduk Jawa.
Munculnya berbagai pemberontakan di daerah dan di pusat sendiri, membuat Soekarno mengeluarkan Undang-Undang Darurat Perang pada 14 Maret 1957. Selama dua tahun Indonesia terkungkung dalam perseturuan antara parlemen melawan rezim Soekarno yang berkolaborasi dengan militer. Namun, tak berselang lama, Soekarno menerbitkan dekrit kembali ke Undang-Undang Dasar 45, disusul dengan pelarangan Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi, karena keterlibatan kedua partai tersebut dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958 di Sumatera.
Prinsip-prinsip demokrasi yang hendak ditegakkan oleh pemerintah, yaitu sebagai berikut :
a.)  Demokrasi terpimpin adalah demokrasi atau kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat  kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
b.)  Demokrasi terpimpin bukanlah diktatur, tetapi demokrasi yang berbeda dengan     demokrasi liberal.
c.)  Demokrasi terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik, ekonomi, dan sosial.
d.)  Demokrasi terpimpin adalah alai, bukan tujuan.
Demokrasi terpimpin mengenal juga kebebasan berpikir dan berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan negara, kepribadian bangsa, kepentingan rakyat banyak, dan batas pertanggungjawaban kepada Tuhan.
5 .Masa orde lama
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
 Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
          Tindakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh penguasa Orde Lama bertambah dengan meningkatnya ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan penekanan ini merosot ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih setelah percetakan diambil alih pemerintah dan wartawan wajib untuk berjanji mendukung politik pemerintah, sehingga sangat sedikit pemerintah melakukan tindakan penekanan kepada pers.
6. Masa orde baru
Setelah berakhirnya peristiwa G 30 S/PKI, berakhir pula masa pemerintahan Orde Lama. Kemudian bangsa Indonesia memasuki alam Orde Baru. Pada awal masa Orde Baru ini fungsi -dan sistem pers masih belum berjalan dengan baik. Ketika itu surat kabar-surat kabar yang terbit merupakan terompet masyarakat untuk menentang kebijaksanaan Orde Lama clan menyokong aksi-aksi mahasiswa/pemuda sehingga surat kabar-surat kabar yang terbit merupakan parlemen masyarakat.
Gejala-gejala pers liberal kembali melekat. Apalagi ketika menjelang Pemilu 1971, sinisme dan kritik yang sifatnya tidak membangun kembali memenuhi lembaran-lembaran surat kabar kita. Timbulnya gejala-gejala yang tidak menguntungkan tersebut, antara lain disebabkan tidak adanya pembinaan yang tegas, baik dari instansi-instansi resmi maupun badan-badan atau organisasi-organisasi yang berkepentingan tentang adanya pers nasional yang sehat, pers nasional yang dapat melaksanakan fungsi-fungsinya, baik yang bersifat universal maupun sebagai alat perjuangan bangsa.
Namun, ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Oleh karenanya, pada masa ini pers merupakan salah satu unsur penggerak pembangunan. Kita tentu menyadari bahwa pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses perubahan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup rakyat. Namun demikian, kita juga menyadari bahwa perubahan sebagai akibat dari pembangunan tidak akan terjadi jika rakyat tidak mengetahui dan dapat menerima motivasi, metode, dan hasil-hasil yang akan dibawa oleh pembangunan itu. Untuk inilah diperlukan penerangan yang lugs kepada rakyat tentang maksud Berta tujuan pembangunan. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan.
Seiring dengan laju pembangunan yang sangat pesat pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Kondisi yang demikian dilatarbelakangi adanya keinginan sekelompok elit yang ingin menguasai pemerintahan. Dengan segala daya dan upaya, para elit berusaha membendung berbagai pemberitaan dan informasi yang dianggap merugikan diri atau kroni-kroninya. Kehidupan pemerintahan diliputi dengan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang berarti telah mengkhianati amanat rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
Seperti pada masa-masa sebelumnya, masa Orde Baru pun akhirnya tumbang oleh kekuatan rakyat yang dimotori oleh para mahasiswa. Salah satu tuntutan mahasiswa-rakyat Wall adanya kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan, yang berarti adanya jaminan kebebasan pers.
7. Masa reformasi
Salah satu tonggak penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia ialah terjadinya reformasi sejak 1998 dengan turunnya Soeharto sebagai presiden RI. Runtuhnya Orde Baru membuka era demokrasi dan kebebasan pers yang sebelumnya tidak pernah mampu dinikmati bangsa Indonesia. Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah reformasi, proses demokratisasi, dan kebebasan pers An sudah berjalan dengan balk, khususnya dalam membawa kemajuan rakyat banyak?
Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang hares disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiders Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkah kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.
Kebebasan di Indonesia dalam era reformasi ditandai dengan lahirnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dengan adanya UU Pers tersebut, setiap orang boleh menerbitkan media massa tanpa harus meminta ijin kepada pemerintah seperti sebelumnya. Pers dalam era reformasi tidak perlu takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik pejabat, baik sipil maupun militer. Dengan UU Pers diharapkan media massa di Indonesia dapat menjadi salah satu di antara empat pilar demokrasi.
Pers Indonesia sekarang harus menggeser paradigms lama dan harus menjadi lembaga independen, yang memihak pads kebenaran. Pers Indonesia boleh jadi sekali waktu bekerja untuk menyukseskan program pemerintah atau menyorot kebijakan pemerintah dengan kritis atau sekadar mendampingi pemerintah. Akan tetapi, dalam posisi yang bermacam-macarn itu is tetap menjadi lembaga yang menuntut perubahan demi kepentingan rakyat banyak.
Ini berarti pers harus membantu proses demokratisasi. Demokrasi merupakan sebuah sistem yang berusaha memenuhi keinginan seluruh rakyat. Karena tidak ada satu pun yang dapat memenuhi keinginan seluruh rakyat, maka paling tidak kits harus memperhatikan keinginan rakyat yang terbanyak.
Dengan kebebasan pers yang hampir tanpa batas, tetapi tidak diiringi profesionalitas yang tinggi di kalangan pekerja pers, maka yang terjadi ialah penyalahgunaan kekuasaan kalangan pers dalam menjalankan tugasnya. Opini yang berkembang adalah pers gosip, pornografi, clan berita-berita yang tidak bertanggung jawab.
Karena itu, dalam pandangan sebagian anggota DPR, ada wacana tentang perlunya merombak UU No. 40 tahun 1999 dengan perlunya memasukkan kembali prinsip perijinan dan mekanisme pengawasan dalam penerbitan pers. Dalam era reformasi ini, bukan pemerintah lagi yang berperan sebagai regulator, tetapi lembaga yang dibentuk kalangan pers sendiri. Pers harus bebas, tetapi kebebasannya harus bermanfaat untuk masyarakat. Wacana perlunya regulator bagi penerbitan media massa mungkin bukan suatu solusi terbaik bagi kalangan media di Indonesia. Namun demikian, jika ingin menyelamatkan demokrasi dan reformasi, maka pers harus menata dirinya sendiri dan mengatur diri tanpa adanya campur Langan (intervensi) dari penguasa.